Peran APBN untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia
Oleh: Rini Kurnia Sari
Faculty Member: PJJ Manajemen, BINUS Online Learning
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 telah diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. APBN 2020 memiliki tujuan untuk akslerasi daya saing melalui inovasi dan peguatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Terjadi peningkatan pendapatan negara sebesar 3,14 persen atau sebesar Rp68,1 triliun dibandingkan tahun 2019. Belanja negara juga mengalami peningkatan sebesar 3,22 persen atau sebesar Rp79,3 triliun dibadingkan tahun 2019
Pemerintah memiliki 5 fokus belanja pemerintah pusat tahun 2020, yaitu untuk menciptakan SDM yang berkualitas, penguatan program perlindungan sosial, akslerasi pembangunan infrastruktur, birokrasi yang efisien, melayani dan bebas korupsi, dan antisipasi ketidakpastian.
Dalam penguatan program perlindungan sosial, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp372,5 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk peningkatan kersejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah, miskin dan rentan miskin. Masyarakat berpenghasilan rendah adalah mereka yang memiliki penghasilan di bawah upah minimum yag ditetapkan oleh pemerintah. Menurut badan pusat statistik (BPS), masyarakat miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan atau Rp 410.670 per kapita per bulan. Masyarakt rentan miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran dibawah Rp616.000 per kapita per bulan.
Pemerintah akan memberikan subsidi atau bantuan pangan kepada 15,7 juta keluarga miskin sebesar Rp28,1 triliun. Hal ini dilakukan oleh pemerintah agar keluarga miskin dapat memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka. Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi seorang anak, maka anak tersebut akan lebih cerdas, pintar dan sehat. Agar Indonesia menjadi negara yang tangguh dan maju, maka Indoensia membutuhkan anak-anak yang cerdas, pintar dan sehat.
Pemerintah juga memberikan subsidi program keluarga harapan (PKH) kepada 10 juta keluarga miskin sebesar Rp29,1 triliun. PKH ini bertujuan untuk peningkatan pendidikan, kesehatan dan kemandirian ekonomi keluarga. Pemerintah memberiakn bantuan PKH Reguler sebesar Rp. 550.000/keluarga/tahun, bantuan PKH Akses sebesar Rp. 1.000.000/keluarga/tahun (tinggal di daerah sulit dan terpencil). Adapun bantuan komponen setiap jiwa/tahun dengan rincian untuk ibu hamil senilai 2,4 juta, anak usia dini (0-6 tahun) senilai 2.4 juta, anak SD/sederajat senilai 900 ribu, anak SMP/sederajat senilai 1.5 juta, anak SMA/sederajat senilai 2 juta, lanjut Usia 60 tahun ke atas senilai 2.4 juta dan penyandang disabilitas berat senilai 2.4 juta dengan maksimal 4 komponen dalam setiap keluarga.
Dengan bantuan dari pemerintah dalam program sosial ini, diharapkan dapat mempercepat Indonesia menjadi negara maju dengan kualitas SDM yang unggul. Dengan peningkatan kualitas SDM yang unggul ini pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Program pemerintah diatas sejalan dengan teori pertumbuhan menurut Rostow. Teori Rostow menyatakan bahwa dalam jangka panjang kualitas SDM sangat diperlukan dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Teori Rostow didasarkan pada pengalaman pembangunan yang telah dialami oleh negara-negara maju terutama di Eropa. Dengan mengamati proses pembangunan di negara-negara Eropa dari mulai abad pertengahan hingga abad modern maka kemudian Rostow memformulasikan pola pembangunan yang akan menjadi tahap-tahap evolusi dari suatu perkembangan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara tersebut. Rostow membagi proses pembangunan ekonomi suatu negara menjadi lima tahap, yaitu: a. tahap perekonomian tradisional; b. tahap prakondisi tinggal landas; c. tahap tinggal landas; d. tahap menuju kedewasaan; dan e. tahap konsumsi massa tinggi.
Saat ini Indonesia sudah mencapai tahap menuju kedewasaan. Dimana pada tahap ini ditandai dengan penerapan secara efektif teknologi modern terhadap sumber daya yang dimiliki. Pada saat negara berada pada tahap kedewasaan teknologi, terdapat tiga perubahan penting yang terjadi, yaitu: 1) tenaga kerja berubah dari tidak terdidik menjadi terdidik; 2) perubahan watak pengusaha dari pekerja keras dan kasar berubah menjadi manajer efisien yang halus dan sopan; 3) masyarakat jenuh terhadap industrialisasi dan menginginkan perubahan yang lebih jauh.
Referensi:
https://repository.ut.ac.id/4601/1/MAPU5102-M1.pdf
Kemenkeu.go.id