Di awal webinar ini, Pak Ach Maulidi, sering disapa Pak Didi, selaku pembicara membahas kompleksitas definisi kecurangan dan korupsi. Beliau memaparkan kesulitan dalam membedakan antara keduanya dan penyalahgunaan istilah ‘kecurangan’ itu sendiri. Beliau menyoroti efektivitas pendidikan anti-korupsi Indonesia untuk korupsi skala kecil tetapi keterbatasannya untuk kasus yang lebih besar dan lebih kompleks. Pendidikan anti-korupsi menyentuh masalah konflik kepentingan, bahwa korupsi tidak selalu dianggap sebagai tindakan kriminal, melainkan kekhawatiran etis.

Pak Didi melanjutkan pada pembahasan konsep penipuan dan berbagai bentuknya, terutama dalam konteks laporan keuangan dan aset profesional. Mendefinisikan fraud sebagai tindakan penipuan yang disengaja, di mana pelaku tahu informasi itu palsu dan menggunakannya untuk keuntungan mereka, yang mengarah ke kerugian finansial dan reputasi. Komite juga mengeksplorasi hubungan antara penipuan dan korupsi, mencatat bahwa korupsi sering dimulai dengan penipuan. Mereka menekankan pentingnya kontrol internal dan tindakan pencegahan untuk mencegah penipuan dalam laporan keuangan dan aset profesional. Diskusi juga menyentuh perbedaan antara penipuan dan kesalahan, dengan komite mencatat bahwa penipuan melibatkan penipuan yang disengaja, sementara kesalahan tidak disengaja.

Tantangannya adalah dalam membuktikan kecurangan, mengeksplorasi konsep ‘segitiga penipuan’ tentang peluang, tekanan, dan rasionalisasi dalam penipuan keuangan, dan menyentuh peran auditor dalam mendeteksi motif penipuan. Beberapa mengkritik gagasan bahwa setiap orang dengan kesempatan akan melakukan tindak penipuan dan menekankan tidak melembagakan rasionalisasi kecurangan. Diskusi tersebut juga membahas kecurangan sebagai fenomena sosial yang terkait dengan kejahatan kerah putih dan perilaku antisosial, menggunakan contoh-contoh seperti kasus menteri Singapura. Kasus di Indonesia sendiri, kasus fraud baik oleh institusi publik maupun privat selalu diawali oleh Korupsi, dimana, meskipun kita mengenal tiga kategori Fraud yaitu penyalahgunaan aset (asset misappropriation), kecurang pelaporan keuangan (financial statemnent fraud) dan korupsi (corruption).

Beberapa studi kasus yang diangkat oleh Pak Didi salah satunya yaitu riset fraud klasik: why do people commit fraud? Pertama sebuah tulisan yang diperkenalkan oleh Donald Cressey seorang American Criminologist. Kedua, Fraud Diamond oleh David T. Wolfe dan Dana R. Hermanson yang memaparkan bahwa seseorang pasti memiliki kapabilitas untuk mengenali “the open doorway” sebagai kesempatan dan mengambil keuntungan dengan berjalan memasukinya, tidak hanya sekali, bahkan berkali-kali. Lebih advance lagi adalah Fraud Pentagon oleh Jonathan Marks. Sebelumnya teori fraud triangle terdiri dari rationalization, opportunity, pressure, Fraud Pentagon melengkapinya dengan daktor arrogance dan capacity.

Diskusi lebih lanjut membahas kasus menarik terkait kejahatan White-Collar vs Blue-Collar. Terakhir, transformasi digital dan tantangan dalam mendeteksi penipuan membahas pentingnya transformasi digital dalam audit dan tantangan yang disajikannya. Pak Didi menyoroti perlunya pergeseran fokus dari proses manual ke proses digital, dan pentingnya analisis data dalam mendeteksi penipuan. Beliau juga membahas perbedaan antara penipuan laporan keuangan dan penipuan kerja, dan alasan mengapa pria cenderung lebih terlibat dalam kegiatan penipuan. Beliau menekankan pentingnya penyelidikan menyeluruh dan penggunaan analisis data untuk mengidentifikasi pola dan penyimpangan.