Industrial Sharing Accounting Binus Online “Snapshot Impelementasi Coretax”
Bapak Fajar Andhika pemateri webinar kali ini merupakan seorang Group Head of Tax and President Commisioner of a Subsidiary PT. Semen Indonesia. Dalam webinar kali ini beliau membahas tentang SPT PPh Orang Pribadi yang harus dilaporkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi maksimal tanggal 31 Maret tahun pajak berikutnya. Selain itu beliau juga menjelaskan secara singkat mengenai aplikasi coretax yang baru berlaku 01 Januari 2025 yang lalu. Beliau menyampaikan bahwa untuk pelaporan SPT Tahunan Pribadi 2024, yang memiliki batas waktu 31 Maret 2025, masih menggunakan aplikasi DJP Online, sedangkan untuk pelaporan SPT Tahunan Pribadi 2025, yang memiliki batas waktu pelaporan di 31 Maret 2026, Wajib Pajak Orang Pribadi sudah menggunakan aplikasi coretax. Berikut ini adalah rangkuman point–point penting dari webinar bersama Bapak Fajar Andhika.
Realisasi Penerimaan Pajak
Realisasi penerimaan pajak selama periode 2020–2024 secara nominal selalu meningkat meskipun dunia sempat dihantam pandemi Covid-19. Bahkan di tahun 2021, 2022, dan 2023 realisasi penerimaan pajak tersebut masing-masing mencapai 107%, 135%, dan 107% dari target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam RAPBN. Sedangkan untuk tahun 2020 realisasi penerimaan pajak dari target mencapai 91%, dan di tahun 2024 mencapai 96% dari target. Sebenarnya hal ini tidak dapat dikatakan buruk, namun mengingat penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan negara yang utama, maka pencapaian penerimaan pajak kurang dari 100% target, dapat berpotensi terhambatnya program pembangunan Pemerintah.
Dalam hubungan antara dunia usaha dengan pihak fiskus terdapat gap, atau perbedaan kepentingan diantara keduanya, di satu sisi pihak fiskus memiliki tugas untuk mengamankan target penerimaan negara yang terus meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan dari sisi Wajib Pajak juga dibebani target untuk mengoptimalisasi penghasilan setelah pajaknya, dengan melakukan praktek penghindaran pajak (tax avoidance), yang tentunya tetap berada dijalur yang legal.
Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), memiliki porsi yang cukup besar dalam penerimaan pajak negara. Secara umum penyetoran pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi terbagi dua, yakni ada yang dipotong oleh pihak pemberi kerja, dan ada WPOP yang menyetor sendiri. Untuk WPOP yang menyetorkan sendiri pajak terutangnya biasanya dilakukan oleh WPOP yang memiliki kegiatan usaha sendiri, baik dalam lingkup UMKM maupun non UMKM.
Coretax Administration System
Coretax Administration System adalah sebuah sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP, termasuk automasi proses bisnis. Maksud dari automasi proses bisnis ini, seperti pemrosesan surat pemberitahuan, dokumen perpajakan, pembayaran pajak, dukungan pemeriksaan dan penagihan, pendaftaran wajib pajak, hingga pada fungsi taxpayer accounting.
Pemberlakuan Coretax telah diatur pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2019. Peraturan tersebut berisi tentang pengembangan coretax yang menjadi salah satu bagian dari pembaruan sistem administrasi perpajakan. Selain itu, peraturan tersebut juga memaparkan berbagai informasi mengenai sistem administrasi perpajakan, seperti bagaimana coretax diperuntukkan dalam membantu melaksanakan prosedur serta tata kelola administrasi perpajakan. Beberapa layanan perpajakan dalam aplikasi coretax meliputi:
- Layanan Administratif à Layanan administratif merupakan layanan untuk menerima pemberitahuan, memproses pengajuan permohonan Wajib Pajak atau non Wajib Pajak dalam rangka penerbitanproduk hukum, atay menerima laporan produk layanan administratif.
- Layanan Interaktif à Layanan interaktif merupakan komunikasi dua arah antara Wajib Pajak/non Wajib Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak, termasuk hasil permohonan, atau pertanyaan Wajib Pajak yang tidak memiliki dampak dalam status akun Wajib Pajak, dan tidak memiliki nilai moneter.
- Layanan Edukasi à Layanan edukasi bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kepatuhan perpajakan sukarela, dengan menyediakan informasi dan memberikan asistensi pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan kepada masyarakat Wajib Pajak.
Analisa Kewajaran Pendapatan
WPOP yang penghasilannya sudah dipotong oleh pemberi kerja maupun WPOP yang menyetorkan sendiri pajak terutangnya, setiap tahun wajib melaporkan SPT Pribadinya. Batas waktu pelaporan SPT Tahunan Pribadi tersebut adalah di tanggal 31 Maret setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh WPOP dalam melaporkan SPT nya, yakni apakah besarnya penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan Pribadi tersebut telah sesuai dengan kenaikan aset bersih (Harta – Utang) yang dilaporkan. Hal ini perlu dianalisa agar kenaikan aset bersih tersebut berasal dari pendapatan yang telah dikenakan pajak. Analisa ini dinamakan analisa kewajaran pendapatan.
Ilustrasi analisa kewajaran pendapatan
Pertanyaannya, bagaimana jika terdapat Harta yang belum dilaporkan pada SPT Tahunan Pribadi pada tahun pajak sebelumnya? Apabila harta tersebut tiba-tiba muncul di SPT Tahunan Pribadi tahun ini akan berpotensi mengundang kecurigaan pihak fiskus bahwa ada pendapatan yang belum dilaporkan dan belum dikenakan pajak. Solusinya adalah sebagai berikut:
- Melakukan pembetulan SPT : WPOP dapat melakukan pembetulan SPT dengan batasan sesuai peraturan perundang–undangan sepanjang belum dilakukan pemeriksaan, dimana dapat melaporkan kembali harta yang belum dilaporkan beserta penghasilan dan hutang terkait.
- Antisipasi audit perpajakan : WPOP melakukan analisa penambahan harta dan juga mengumpulkan bukti serta dokumen pendukung selama 5 tahun kebelakang guna mengantisipasi terjadinya pemeriksaan pajak.
- Mengikuti kegiatan Tax amnesty : WPOP dapat memanfaatkan fasilitas pengampunan pajak /tax amnesty (apabila program ini jadi diluncurkan oleh Pemerintah), atas harta yang belum pernah dilaporkan dengan membayarkan sejumlah tebusan yang ditetapkan saat kegiatan tax amnesty tersebut.
Pentingnya bagi WPOP untuk melaporkan seluruh harta yang dimilikinya, karena pihak fiskus sendiri sebenarnya dapat mendeteksi kepemilikan harta dari WPOP yang bersangkutan, meskipun WPOP tersebut sengaja menyembunyikan, ataupun lalai dalam melaporkan harta-harta tersebut dalam SPT Tahunan Pribadinya. Dalam hal ini pihak fiskus akan membandingkan antara harta – harta yang telah dilaporkan dengan data – data yang dapat diakses oleh fiskus dari pihak lain. Berikut dibawah ini merupakan contoh harta – harta yang dapat dideteksi oleh pihak fiskus :
Ilustrasi harta yang dapat diakses atau dideteksi oleh fiskus
Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK)
Setelah SPT Tahunan Pribadi WPOP terlapor di KPP tempat WPOP tersebut terdaftar, kadang pihak fiskus memiliki pandangan bahwa WPOP tersebut masih memiliki kewajiban pajak yang belum dituntaskan atau dipenuhi dalam SPT Tahunan Pribadi yang sudah terlapor. Umumnya pihak KPP akan mengirimkan surat pertanyaan/konfirmasi kepada WPOP, yang dikenal dengan sebutan Surat Permintaan Penjelasan atas data dan/atau Keterangan (SP2DK).
Pengiriman SP2DK dapat dilakukan melalui pengiriman via pos/jasa ekspedisi/jasa kurir, dapat pula dikirimkan via faksimili, dan dapat juga disampaikan oleh perwakilan KPP secara langsung. Dalam hal ini WPOP harus memberikan tanggapan atas SP2DK tersebut selama 14 hari sejak SP2DK diterima oleh WPOP. Adapun tanggapan WPOP dapat dilakukan secara langsung, misalnya melalui telepon, atau datang langsung ke KPP terdaftar, ataupun memberikan tanggapan langsung secara tertulis kepada KPP terdaftar. Berikut ini beberapa tips singkat yang diperlukan dalam menanggapi SP2DK:
- Baca dengan teliti SP2DK yang disampaikan
- Susun penjelasan dengan data/bukti yang relevan
- Lakukan ekualisasi atau teknik pengujian lainnya untuk mendukung argumen
- Sampaikan penjelasan secara tepat waktu (tidak mundur dari tenggat waktu 14 hari)
- Jika proses selesai, pastikan telah diterbitkan SP3 P2DK (Surat Pemberitahuan Perkembangan Pelaksanaan Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan)
Jika Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan maka yang dapat terjadi selanjutnya adalah:
- KPP memberikan perpanjangan jangka waktu permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak;
- KPP melakukan visit kepada Wajib Pajak;
- KPP mengusulkan verifikasi, pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan terhadap Wajib Pajak.
Comments :