Pajak Penghasilan (PPh) merupakan kontribusi wajib yang harus dibayar oleh Wajib Pajak (WP) kepada negara atas penghasilan yang diterimanya. Dalam praktik bisnis, PPh yang harus disetor secara bulanan (monthly tax compliance) memiliki beberapa jenis pasal yang mengatur aspek berbeda, yakni PPh Pasal 21 sampai dengan PPh Pasal 26. Untuk mengoptimalkan efisiensi keuangan, perusahaan dan individu perlu memahami strategi legal yang dapat diterapkan untuk meminimalisasi beban pajak. Artikel ini membahas teknik penghematan pajak berdasarkan ketentuan yang berlaku (legal), serta dilengkapi contoh perhitungan untuk masing-masing pasal.

 

  1. PPh Pasal 21: Strategi Penghematan bagi Pegawai dan Pemberi Kerja

Strategi:

  • Optimalisasi Tunjangan Tidak Kena Pajak: Yakni dengan cara memberikan fasilitas dalam bentuk natura seperti fasilitas kendaraan, makanan di kantor, atau pelatihan, karena ini bukan merupakan objek PPh Pasal 21.
  • Pemanfaatan Zakat dan Iuran Pensiun: Zakat melalui lembaga resmi dan iuran pensiun dapat menjadi pengurang penghasilan bruto dalam perhitungan penghasilan kena pajak PPh Pasal 21.
  • Pengelompokan Penghasilan: Yakni dengan cara memisahkan penghasilan tidak teratur dan teratur, sehingga bisa dikenai TER bulanan yang lebih rendah.

 

Contoh Perhitungan:

Gaji Pokok: Rp. 10.000.000, Tunjangan Transport: Rp. 2.000.000, Iuran Pensiun oleh Pegawai: Rp. 100.000,  Zakat melalui Baznas: Rp200.000, Status: Kawin 1 anak (PTKP = Rp. 63.000.000)

Total Penghasilan Bruto per Tahun: Rp. 144.000.000

Pengurang:

  • Biaya Jabatan (5%, max 6jt): Rp. 6.000.000
  • Iuran Pensiun: Rp. 1.200.000
  • Zakat: Rp. 2.400.000

Penghasilan Neto = 144 jt – 9,6 jt = Rp. 134.400.000

Penghasilan Kena Pajak = Rp. 134.400.000 – Rp. 63.000.000 = Rp. 71.400.000

PPh Pasal 21 Terutang:

  • 5% x Rp. 60.000.000 = Rp. 3.000.000
  • 15% x Rp. 11.400.000 = Rp. 1.710.000

Total PPh Pasal 21 Terutang: Rp. 4.710.000

 

  1. PPh Pasal 22: Menghindari Duplikasi Biaya atas Transaksi Barang

Strategi:

  • Gunakan Angka Pengenal Importir (API): apabila yang melakukan impor barang adalah pengusaha yang memiliki API, maka hanya akan dikenakan Tarif 2.5%, yang tentunya jauh lebih rendah daripada yang tidak memiliki API, yakni sebesar 7.5%.
  • Ajukan SKB (Surat Keterangan Bebas): Untuk transaksi tertentu yang memenuhi syarat, sehingga tidak dikenai pungutan PPh Pasal 22 ini.
  • Pisahkan Pembelian Tertentu: Hindari transaksi terpecah untuk pembelian kurang dari Rp. 2 juta.

 

Contoh Perhitungan:

Importir API mengimpor barang: CIF (Cost Insurance Freight) = Rp. 1.000.000.000

PPh Pasal 22 dengan API: 2.5% x Rp. 1.000.000.000 = Rp. 25.000.000

PPh Pasal 22 tanpa API: 7.5% x Rp. 1.000.000.000 = Rp. 75.000.000

Penghematan PPh Pasal 22: Rp. 50.000.000

 

  1. PPh Pasal 23: Pemisahan transaksi yang murni jasa dengan pembayaran reimbursable atau transaksi non jasa lainnya

Strategi:

  • Pisahkan Pengadaan Barang dari Jasa: Reimburse dan pembelian transaksi lainnya seperti pembelian suku cadang dan pembelian material lainnya tidak dikenai PPh Pasal 23.
  • Ajukan SKB PPh Pasal 23: Untuk transaksi yang dibuktikan tidak termasuk objek pajak PPh Pasal 23, dan menghindari pemotongan PPh Pasal 23 oleh pelanggan, sehingga bisa memaksimalkan penerimaan kas/bank perusahaan.
  • Memanfaatkan Lawan Transaksi yang Bebas PPh Pasal 23: Misalnya jasa keuangan resmi, bank, KSEI, dll, dengan demikian Perusahaan terhindar dari kewajiban memotong PPh Pasal 23.

 

Contoh Perhitungan:

Pembayaran jasa konsultasi: Rp. 50.000.000, PPh 23 = 2% x 50.000.000 = Rp. 1.000.000

Jika termasuk pembelian barang Rp. 20.000.000 dan jasa Rp. 30.000.000: PPh 23 = 2% x Rp. 30.000.000 = Rp. 600.000

Penghematan PPh Pasal 23: Rp. 400.000

 

  1. PPh Pasal 24: Optimalisasi Kredit Pajak Luar Negeri

Strategi:

  • Menggunakan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B): Untuk menghindari pajak berganda antara Indonesia dengan negara lain yang terkait.
  • Memanfaatkan Kredit Pajak Maksimum per Negara: Gunakan metode Ordinary Credit (besaran Kredit Pajak Luar Negeri tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Pasal 24 Ayat 2 Undang-Undang PPh).

 

Contoh Perhitungan:

Penghasilan:

  • Indonesia: Rp. 300.000.000
  • Malaysia: Rp. 100.000.000 (tarif pajak yang dibayar 10%)

 

Total Penghasilan Kena Pajak: Rp. 400.000.000

PPh Terutang (Indonesia): 22% x Rp. 400 juta = Rp. 88.000.000

Kredit Maksimal = Rp. 100 juta / Rp. 400 juta x Rp. 88 juta = Rp. 22.000.000

PPh yang dibayar di Malaysia = 10% x 100 jt = Rp. 10.000.000

Kredit diperkenankan: Rp. 10.000.000

 

  1. PPh Pasal 25: Perencanaan Angsuran yang Efisien

Strategi:

  • Mengajukan Permohonan Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25: Diajukan apabila pendapatan di tahun pajak berikutnya menurun secara signifikan.
  • Gunakan kredit pajak lainnya: Seperti PPh 21, 22, 23 dan 24 untuk mengurangi angsuran.

 

Contoh Perhitungan:

PPh Terutang Tahun Sebelumnya: Rp. 120.000.000

Kredit Pajak PPh Pasal 22: Rp. 20.000.000

Kredit Pajak PPh Pasal 23: Rp. 10.000.000

Kredit Pajak PPh Pasal 24: Rp. 5.000.000

Angsuran: (120 juta – 35 juta) / 12 bulan = Rp. 7.083.333/bulan

Ajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 apabila omzet perusahaan menurun drastis di tahun yang bersangkutan dengan melampirkan bukti ke KPP termpat wajib pajak terdaftar.

 

  1. PPh Pasal 26: Efisiensi untuk Wajib Pajak Luar Negeri

Strategi:

  • Menggunakan Tarif berdasarkan Tax Treaty (P3B): Dapat menurunkan tarif dari 20% menjadi 5% atau 10%, mengikuti tarif yang disepakati antara Indonesia dengan negara sahabat dalam tax treaty tersebut.
  • Lampirkan Form DGT: Sertakan dalam pembayaran untuk menghindari tarif maksimal.

 

Contoh Perhitungan:

Pembayaran royalti ke Jepang: Rp. 500.000.000

Tanpa Tax Treaty: 20% x Rp. 500 juta = Rp. 100.000.000

Dengan Tax Treaty (tarif 10%): 10% x Rp. 500 juta = Rp. 50.000.000

Penghematan: Rp. 50.000.000

 

Penghematan pajak yang sah dan legal tidak hanya bergantung pada kejelian menghitung, tetapi juga pada strategi administrasi, dokumentasi, dan kepatuhan terhadap peraturan. Melalui pemahaman mendalam terhadap PPh Pasal 21 hingga PPh Pasal 26, serta penerapan strategi yang tepat, wajib pajak dapat meminimalisasi beban pajak tanpa melanggar ketentuan yang berlaku. Perusahaan disarankan untuk menjalin hubungan baik dengan AR (Account Representative) dari KPP (Kantor Pelayanan Pajak) tempat wajib pajak terdaftar, guna mendapatkan isu–isu terkini perpajakan perusahaannya, sehingga dapat mempermudah pengelolaan potensi-potensi penghematan secara optimal dan aman.