AI sebagai Mitra, Bukan Pengganti dalam Profesi Akuntansi
Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) semakin pesat dan memberikan dampak signifikan terhadap berbagai bidang, termasuk akuntansi. Muncul pertanyaan besar: apakah AI akan menggantikan peran akuntan? Sejumlah penelitian dan studi terbaru menunjukkan bahwa AI justru lebih tepat dipandang sebagai mitra strategis yang mendukung akuntan, bukan sebagai pengganti profesi ini.
Transformasi Peran Akuntan
Profesi akuntansi selama ini identik dengan aktivitas berulang, seperti pengumpulan data, pencatatan transaksi, dan pelaporan keuangan. Tugas-tugas administratif tersebut memakan waktu dan sering menimbulkan kelelahan serta kejenuhan bagi akuntan. Di sinilah AI berperan.
EY, salah satu firma akuntansi terbesar di dunia, menginvestasikan lebih dari US$1 miliar untuk mengembangkan platform EY.ai Agentic bersama Nvidia. Teknologi ini dirancang agar dapat mengambil alih pekerjaan rutin dan repetitif, sehingga akuntan dapat fokus pada pekerjaan bernilai tinggi seperti analisis, perencanaan, dan pengambilan keputusan strategis (Business Insider, 2025).
Dengan demikian, AI membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih menarik, mengurangi beban administratif, dan meningkatkan kualitas hidup profesional akuntan.
AI dalam Audit dan Pencegahan Fraud
Studi kasus yang dikaji di Financial Times (2024) menunjukkan bahwa penerapan AI dalam audit mampu mempercepat proses hingga 25% sekaligus meningkatkan deteksi anomali keuangan yang berpotensi fraud. Sistem AI dapat menganalisis ribuan transaksi dalam hitungan detik, menemukan pola mencurigakan, dan memberikan rekomendasi tindak lanjut.
Namun, AI bukanlah solusi ajaib. Diperlukan tata kelola (governance) yang kuat agar hasil analisis dapat dipahami, diverifikasi, dan tidak sekadar menjadi “kotak hitam” tanpa transparansi. Dengan supervisi manusia, AI mampu memperkuat kualitas audit sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap laporan keuangan.
Nilai Tambah bagi Akuntan
AI membuka ruang bagi akuntan untuk beralih dari sekadar “penjaga catatan” menjadi penasihat strategis. Peran akuntan modern kini menuntut kemampuan memberikan wawasan (insight) berbasis data real-time, mendukung manajemen risiko, hingga membantu perusahaan dalam pengambilan keputusan jangka panjang.
Seiring berkembangnya AI, keterampilan soft skills seperti komunikasi, etika profesional, dan pemahaman konteks bisnis semakin penting. Inilah yang membedakan manusia dengan mesin. AI mungkin mampu menghitung lebih cepat, tetapi pemahaman etika, pertimbangan moral, dan penilaian profesional tetap berada di tangan akuntan.
Tantangan dan Etika
Meski banyak peluang, integrasi AI dalam akuntansi menghadapi sejumlah tantangan. Risiko utama adalah ketergantungan berlebihan pada sistem otomatis yang rentan terhadap bias data, kesalahan algoritma, hingga serangan siber. Oleh karena itu, organisasi perlu mengembangkan kebijakan tata kelola AI, melatih tenaga kerja, dan memastikan penerapan sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan etika.
Lebih jauh lagi, profesi akuntansi harus aktif dalam proses penyusunan regulasi terkait AI agar implementasinya tetap sejalan dengan standar akuntansi dan hukum yang berlaku.
Penutup
AI tidak akan menggantikan akuntan, tetapi justru memperkuat profesi ini. Dengan memanfaatkan teknologi untuk mengurangi beban administratif, akuntan dapat lebih fokus pada peran strategis yang bernilai tambah. AI adalah mitra kolaboratif yang membantu meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kualitas layanan akuntansi—selama diiringi dengan tata kelola dan etika yang tepat.
Masa depan akuntansi bukanlah persaingan antara manusia dan mesin, melainkan kolaborasi yang saling melengkapi.
Referensi
-
Business Insider. (2025). EY hopes AI will relieve the drudgery and stress of accounting.
-
Financial Times. (2024). Business school teaching case study: taking accountancy from spreadsheets to AI.
Comments :