Pembangunan nasional merupakan upaya kolektif yang membutuhkan sumber daya besar dari keuangan negara. Untuk memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan dapat dipertanggungjawabkan dan memberikan dampak maksimal bagi kesejahteraan rakyat, Indonesia memiliki lembaga pemeriksa eksternal yang mandiri dan independen, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Peran BPK tidak hanya sebagai “penjaga gawang” anggaran, tetapi juga sebagai mitra strategis dalam mewujudkan pembangunan yang efektif, efisien, dan transparan.

Dasar hukum keberadaan BPK tertuang jelas dalam Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mengamanatkan BPK untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Amanat ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang memberikan kewenangan untuk melakukan tiga jenis pemeriksaan: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Salah satu peran fundamental BPK adalah mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui pemeriksaan keuangan, BPK memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan pemerintah. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang menjadi dambaan setiap instansi pemerintah merupakan cerminan dari akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran.

Di sisi lain, melalui pemeriksaan kinerja, BPK mengukur aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas program-program pemerintah. Misalnya, BPK dapat menilai apakah pembangunan infrastruktur strategis, program ketahanan pangan, atau penyaluran dana desa telah mencapai tujuannya. Menurut Rencana Strategis BPK 2020-2024, pemeriksaan kinerja ini diarahkan untuk mendukung pencapaian target pembangunan nasional, termasuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Hasil pemeriksaan ini memberikan rekomendasi konstruktif bagi pemerintah untuk memperbaiki kebijakan dan memastikan program pembangunan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Pilar Pencegahan Korupsi dan Penyelamatan Keuangan Negara

Peran BPK juga sangat krusial dalam ekosistem pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, termasuk pemeriksaan investigatif, dilakukan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara atau unsur pidana.

Sesuai mandatnya, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK diserahkan kepada lembaga perwakilan (DPR, DPD, dan DPRD) untuk menjalankan fungsi pengawasan. Lebih penting lagi, jika hasil pemeriksaan mengandung unsur pidana, BPK wajib melaporkannya kepada aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan. Dengan demikian, BPK berfungsi sebagai pemicu proses hukum (trigger mechanism) untuk menindaklanjuti penyimpangan yang merugikan negara. Melalui perannya ini, BPK tidak hanya berkontribusi pada penindakan, tetapi juga memberikan efek jera (deterrent effect) yang kuat untuk mencegah korupsi.

Sebagai kesimpulan, BPK memegang peranan multifaset dalam siklus pembangunan Indonesia. Sebagai auditor negara, BPK memastikan uang rakyat dikelola secara akuntabel, mendorong efektivitas program pembangunan, serta menjadi garda terdepan dalam mencegah dan mengungkap praktik korupsi. Pengawalan yang konsisten dari BPK menjadi jaminan bahwa fondasi keuangan negara tetap kokoh untuk menopang cita-cita pembangunan nasional.

 

Referensi :

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
  3. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2020). Rencana Strategis BPK Tahun 2020-2024. Jakarta: BPK RI.
  4. Situs Web Resmi Badan Pemeriksa Keuangan (www.bpk.go.id