Oleh: Tian Hashfi Anwar – 2502044421

Mahasiswa Binus Online S1 Business Management

 

Ada sebuah intermezzo yang cukup menarik, “dalam dunia ini terdapat dua hal yang pasti, yaitu kematian dan pajak”. Pernyataan tersebut menggambarkan realita saat ini dan hampir di seluruh negara belahan dunia. Semua tidak terlepas dari pajak, namun pengusaha yang tergolong Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) bisa jadi terbebas dari hal itu. Bagaimana bisa?

UMKM memiliki andil besar bagi perekonomian Indonesia. Dilansir dari laman KADIN Indonesia, pada tahun 2023 UMKM berkontribusi hingga 61% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Definisi UMKM sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang membahas masing-masing kelas. Namun pada ranah perpajakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PP 23 Tahun 2018), wajib pajak UMKM memiliki definisi wajib pajak orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi 4,8 miliar rupiah dalam satu Tahun Pajak.

Setelah memahami definisi UMKM dan kriteria perpajakan yang diatur dalam PP 23 Tahun 2018, penting untuk dicatat bahwa kebijakan perpajakan bagi UMKM bertujuan untuk memberikan kemudahan dan mendorong perkembangan usaha kecil dan menengah di Indonesia. Pemerintah menetapkan tarif pajak penghasilan final sebesar 0,5% dari peredaran bruto sebagai bentuk dukungan terhadap UMKM agar tetap beroperasi dan berkembang tanpa terbebani pajak yang terlalu berat.

Menariknya, pada tahun 2022 pemerintah telah mencabut PP 23 Tahun 2018 dan menerbitkan peraturan yang membuat pengusaha UMKM bebas pajak penghasilan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55 Tahun 2022) salah satunya memuat aturan perpajakan tentang UMKM yang dapat “bebas” dari pajak. Tentunya, terdapat syarat dan kriteria yang harus dipenuhi agar bebas dari pajak. Pada Pasal 60 ayat (2) PP 55 Tahun 2022 menyatakan bahwa “Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu, atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak Penghasilan tidak dikenai Pajak Penghasilan”. Atas pernyataan tersebut, dapat diartikan bahwa syarat untuk bebas pajak penghasilan adalah:

  1. Merupakan orang pribadi; dan
  2. Penghasilan bruto maksimal 500 juta rupiah dalam satu Tahun Pajak.

Lantas, bagaimana dengan pengusaha UMKM yang memiliki penghasilan bruto lebih dari 500 juta rupiah dalam satu Tahun Pajak? Dalam PP 55 Tahun 2022 telah mengatur untuk Wajib Pajak UMKM tersebut akan dikenai tarif 0,5% dan bersifat final dari penghasilan bruto setiap bulan. Tentunya tarif 0,5% ini tidak dapat digunakan selamanya, terdapat jangka waktu yang harus diperhatikan yaitu:

  1. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
  2. 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, BUMDes, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang); dan
  3. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas (PT).

Setelah jangka waktu tersebut terlewat atau penghasilan bruto telah melebihi 4,8 miliar rupiah, kewajiban perpajakan pengusaha UMKM akan kembali menggunakan tarif normal sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

 

 

Sumber:

  1. https://kadin.id/data-dan-statistik/umkm indonesia/#:~:text=Pada%20tahun%202023%20pelaku%20usaha,%25)%20dari%20total%20t naga%20kerja.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022