Konsumen Indonesia Harus Waspada Terhadap Greenwashing
Ada beberapa peraturan di Indonesia yang bertujuan untuk memastikan klaim ramah lingkungan adalah benar dan dapat diverifikasi.
Ilustrasi Ekologi. foto/istockphoto
Penulis: Ridho Bramulya Ikhsan
Terbit 28 Apr 2025 14:53 WIB
tirto.id – Sama halnya dengan konsumen di negara lain, orang Indonesia juga dibuat bingung oleh klaim produsen dan merek tentang identitas ramah lingkungan atau “eco-friendly” dari produk mereka. Fenomena “greenwashing” adalah salah satunya.
Greenwashing adalah istilah untuk menyebut praktik penipuan dengan melabeli sebuah produk seolah-olah ramah lingkungan, padahal sebenarnya tidak.
Konsumen jadi sering bertanya, “Kok bisa produk ini ramah lingkungan? Caranya gimana?”
Maka, ketika mereka tidak dapat jawaban yang memuaskan, para konsumen ini jadi lebih waspada terhadap klaim-klaim ‘ramah lingkungan’. Hal ini karena mereka sebenarnya sangat mendukung dan peduli atas isu tersebut.
Belakangan ini, greenwashing merupakan salah satu penyebab ketidakpercayaan konsumen terhadap merek yang sedang berkembang. Praktik tersebut sudah begitu umum sehingga para peneliti mendesak agar ada peraturan terhadap greenwashing di Indonesia.
Studi terbaru menunjukkan bahwa greenwashing berdampak negatif terhadap hubungan antara merek dan konsumen, yang menandakan bahwa generasi muda Indonesia semakin sadar dengan klaim-klaim ramah lingkungan yang sesungguhnya.
Tren pembelian produk ramah lingkungan tidak hanya terjadi di negara-negara maju. Konsumen di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, juga mulai menunjukkan minat dan mulai beralih ke produk ramah lingkungan.
Konsumen Siap Membayar Lebih
Sekitar 40 persen orang Indonesia tertarik untuk membeli produk ramah lingkungan karena kepedulian mereka terhadap lingkungan. Hal ini menyebabkan mereka bersedia membayar lebih untuk produk-produk tersebut.
Generasi Z di Indonesia semakin memahami kualitas produk dan pengaruh produk terhadap lingkungan, sehingga keputusan pembelian mereka pun sangat dipengaruhi oleh komitmen sebuah merek terhadap isu keberlanjutan.
Hal ini telah mendorong banyak industri di Indonesia untuk bersaing dalam menawarkan produk ramah lingkungan saat memenuhi permintaan pasar, sambil menunjukkan kepedulian mereka terhadap lingkungan.
Dalam rangka menyelaraskan permintaan ini, maka perusahaan-perusahaan harus terus berusaha memprioritaskan kualitas produk mereka sekaligus menerapkan praktik berkelanjutan.
Namun, praktik “go green” sering kali dirusak oleh greenwashing. Sebagai contoh, beberapa produk kecantikan dan pembersih rumah tangga dipasarkan sebagai produk “ramah lingkungan”. Padahal, mereka tetap mengandalkan bahan-bahan kimia yang menimbulkan risiko bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Demikian pula, industri fesyen mempromosikan pakaian yang terbuat dari bahan daur ulang, tetapi produksi yang berlebihan menyebabkan limbah tekstil. Penelitian terhadap perusahaan air minum dalam kemasan di Indonesia juga menunjukkan hal yang sama.
Di Indonesia, pembelian produk ramah lingkungan didorong oleh faktor pribadi, terutama kesadaran untuk melindungi lingkungan dari isu-isu iklim seperti banjir dan polusi udara. Selain itu, media tradisional, kampanye perusahaan, dan media sosial juga berperan dalam keputusan pembelian produk-produk ini.
Konsumen yang lebih tua (berusia 60 tahun ke atas) cenderung memilih produk alami karena kesadaran mereka akan pentingnya menjaga kesehatan, sebuah tren yang juga diikuti oleh konsumen yang lebih muda (berusia 35-59 tahun).
Faktor Penghambat Bagi Konsumen
Kendati terdapat berbagai kendala dalam siklus keputusan pembelian, seperti kurangnya informasi, tingkat kepercayaan terhadap sumber-sumber online, dan terbatasnya pilihan produk, hanya sebagian kecil konsumen di Indonesia yang benar-benar membeli produk ramah lingkungan.
Sebuah survei mendapati bahwa konsumen merasa ragu untuk membeli produk ramah lingkungan dikarenakan, sebelum membeli, mereka sering dihadapkan pada berbagai sumber informasi yang simpang siur, sehingga menimbulkan skeptisisme dan kebingungan.
Meskipun terdapat lebih dari 460 produk ekolabel bersertifikasi di seluruh dunia, konsumen di kawasan Indo-Pasifik merasa tidak memiliki satu sumber informasi yang dapat dipercaya. Selain itu, kurangnya pemahaman dan pendidikan tentang produk-produk tersebut juga menghambat proses pembelian.
Fenomena ini menunjukkan pentingnya kebenaran dan transparansi informasi mengenai produk ramah lingkungan.
Terdapat juga bukti yang menunjukkan adanya kebingungan konsumen terhadap kredibilitas perusahaan yang mengklaim ramah lingkungan tersebut. Hal ini mengikis kepercayaan konsumen dan menjadi penghalang dalam mengambil keputusan pembelian. Akibatnya, skeptisisme konsumen terhadap klaim ramah lingkungan dari perusahaan semakin meningkat.
Banyak konsumen yang mulai meragukan apakah suatu produk benar-benar hemat energi, mengurangi emisi karbon, dan dapat didaur ulang sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh keterbatasan informasi yang tersedia selama berlangsungnya proses pembuatan kebijakan.
Ketika dihadapkan pada minimnya informasi tentang produk ramah lingkungan ini, konsumen Indonesia mencari beberapa jalan keluar.
Salah satunya adalah dengan mencari ulasan dan testimoni dari pengguna yang sudah berpengalaman. Selain itu, ketersediaan deskripsi produk dan rincian bahan baku menjadi pertimbangan utama seseorang sebelum memutuskan untuk membeli produk ramah lingkungan.
Pentingnya Reputasi Perusahaan
Konsumen Indonesia kian cerdas dan semakin sadar akan informasi yang tersedia secara online. Mereka memverifikasi informasi dari produsen, seperti spesifikasi produk, berdasarkan bukti yang dibagikan di situs web perusahaan atau ulasan di media sosial.
Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara produsen dan konsumen ketika membeli produk ramah lingkungan, serta penilaian yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi kualitas produk dan mengaplikasikan informasi yang mereka terima.
Meski begitu, jika konsumen mempercayai reputasi sebuah perusahaan dan merek terkenal, mereka sering kali tidak melakukan pencarian detail dan bahkan akan langsung membeli produk ‘ramah lingkungan’ tersebut.
Selain itu, ketika produsen mencantumkan label “eco-friendly” (seperti pada produk elektronik dan kendaraan), konsumen pro-lingkungan yakin bahwa produsen paham pentingnya menggunakan bahan ramah lingkungan. Namun, label ramah lingkungan masih jarang ditemukan pada produk sehari-hari yang mengklaim sebagai produk berkelanjutan. Konsumen kemudian sering menggunakan berbagai situs web dan ulasan online untuk mencari tahu produk ramah lingkungan yang sebenarnya.
Produk-produk tersebut meliputi barang-barang seperti cangkir kopi silikon, lampu LED hemat energi, bahan daur ulang untuk pakaian yang menghindari penggunaan hewan, tisu kertas daur ulang, sabun bebas bahan kimia, sampo, dan makanan organik.
Meskipun produk ramah lingkungan seringkali memiliki harga lebih tinggi dan jumlahnya terbatas, pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengalokasikan dana untuk “climate budget tagging” atau “anggaran penanganan perubahan iklim” dan mendukung implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) melalui green financing atau pembiayaan ramah lingkungan.
Komitmen ini bertujuan untuk mendatangkan investor ramah lingkungan ke Indonesia.
Meskipun greenwashing tidak diatur secara khusus, ada beberapa peraturan di Indonesia yang bertujuan untuk melindungi konsumen dan memastikan bahwa klaim ramah lingkungan dari perusahaan-perusahaan adalah benar dan dapat diverifikasi.
Artikel ini dipublikasikan di bawah lisensi Creative Commons oleh 360info™ pada 2 Oktober 2024.
Comments :