Oleh: Jullend Gatc, S.T., M.Kom. (Faculty Member PJJ CS)
Dosen Pembimbing, BINUS Online Computer Science

Dalam era digital yang berkembang pesat, media sosial seperti YouTube menjadi platform utama dalam menyebarkan informasi dan membentuk opini publik. Salah satu isu yang menarik perhatian luas adalah pengesahan Omnibus Health Law oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia pada Juli 2023. Keputusan ini memicu berbagai reaksi, baik pro maupun kontra, yang dapat dianalisis lebih dalam melalui pendekatan kecerdasan buatan. Sebagai dosen pembimbing, saya bersama tim mahasiswa BINUS Online Computer Science menginisiasi penelitian untuk mengukur sentimen publik menggunakan metode Support Vector Machine (SVM).

Metodologi dan Implementasi

Dalam penelitian ini, kami mengumpulkan 11.780 komentar dari lima video YouTube yang membahas Omnibus Health Law. Untuk menganalisis sentimen, kami menerapkan beberapa tahapan pra-pemrosesan data, seperti case folding, data cleansing, tokenisasi, penghapusan kata umum (stopword removal), dan stemming. Setelah itu, kami menggunakan TextBlob untuk memberi label pada komentar—mengklasifikasikan sentimen sebagai positif, netral, atau negatif.

Dengan menggunakan metode Support Vector Machine, kami membandingkan performa dua kernel: linear kernel dan RBF kernel. Hasil analisis menunjukkan bahwa linear kernel memberikan hasil terbaik dengan akurasi 90,38%, presisi 90,57%, recall 88,87%, dan skor F1 sebesar 89,45%. Bahkan dalam validasi silang menggunakan k-fold cross-validation, linear kernel tetap unggul dengan akurasi rata-rata 88,55%, mengalahkan RBF kernel di setiap metrik evaluasi.

Temuan Utama dan Implikasi

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa mayoritas sentimen yang diungkapkan oleh pengguna YouTube terhadap Omnibus Health Law bersifat positif, dengan sekitar 6.250 komentar menyatakan dukungan, sementara 4.046 bersifat netral, dan 2.352 menunjukkan ketidakpuasan. Temuan ini memberikan wawasan berharga bagi para pembuat kebijakan dalam memahami persepsi masyarakat secara lebih mendalam melalui analisis media sosial.

Selain itu, penelitian ini juga memperkuat relevansi SVM sebagai metode klasifikasi yang efektif dalam analisis sentimen di platform digital. Keunggulan linear kernel dibandingkan dengan RBF kernel membuktikan bahwa model sederhana dengan fitur yang tepat dapat memberikan hasil yang lebih akurat daripada pendekatan yang lebih kompleks.

Rekomendasi untuk Penelitian Selanjutnya

Sebagai bagian dari pengembangan penelitian di BINUS Online Computer Science, kami merekomendasikan beberapa perbaikan untuk studi masa depan:

  1. Ekspansi Platform – Mengumpulkan data dari media sosial lain seperti Twitter dan Instagram untuk mendapatkan gambaran opini yang lebih luas.
  2. Eksplorasi Metode Baru – Menggunakan algoritma lain seperti Naïve Bayes atau Random Forest untuk membandingkan performa klasifikasi sentimen.
  3. Pemanfaatan Bahasa Pemrograman Lain – Menggunakan R sebagai alternatif Python untuk eksplorasi data yang lebih komprehensif.

Sebagai dosen pembimbing, saya sangat mengapresiasi kerja keras tim mahasiswa yang telah menerapkan konsep ilmu data dalam riset ini. Hasil penelitian ini tidak hanya memperkaya literatur akademik tetapi juga memberikan dampak nyata dalam memahami dinamika opini publik di era digital. Kami berharap penelitian ini dapat menjadi pijakan bagi studi-studi berikutnya yang mengkaji sentimen masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dengan pendekatan berbasis kecerdasan buatan.

Sumber: Penelitian Dosen dan Mahasiswa PJJ CS

Editor: Pandu Dwi Luhur Pambudi, S.Kom., M.Kom., M.I.M