Six sigma dimulai oleh Motorola ditahun 1980-an dimotori oleh salah seorang engineer yang bernama Bill Smith dengan dukungan penuh CEO-nya Bob Galvin. Motorola menggunakan statistics tools diramu dengan ilmu manajemen menggunakan financial metrics (yaitu Return on Investment, ROI) sebagai salah satu metrics/alat ukur dari quality improvement process. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Dr. Mikel Harry dan Richard Schroeder yang lebih lanjut membuat metode ini mendapat sambutan luas dari petinggi Motorola dan perusahaan lain (Manggala, 2005)

Selain Motorola, perusahaan yang juga mengembangkan six sigma adalah General Electric (GE). Pada tahun 1995 CEO Jack Welch mendorong jajaran puncak untuk “fanatik” terhadap six sigma. Hal ini yang membuat General Electric (GE) maju pesat sehingga hasil diakselerasi sebesar $750 juta menjelang akhir tahun 1998, perkiraan $1.5 miliar pada akhir tahun 1999, dan diharapkan meraup lebih banyak lagi dari angka tersebut. Marjin operasi GE untuk beberapa dekade ada dalam range 10 persen – mencapai rekor baru yang luar biasa kuartal demi kuartal. Para pemimpin GE menyebut ekspansi marjin tersebut sebagai bukti dari kontribusi finansial yang telah dibuat oleh six sigma (Pande, 2002). Telah dicatat bahwa banyak perusahaan global terkemuka menjalankan six sigma program, dan telah diketahui bahwa Motorola, GE, Allied Signal, IBM, Desember, Texas Instruments, Sony, Kodak, Nokia, dan Philips Electronics antara lain telah cukup berhasil dalam six sigma. Di Korea, Samsung, LG, Hyundai dan kelompok Korea Heavy Industries & Construction Company telah cukup berhasil. Karena keberhasilan yang luar biasa dari aplikasi six sigma, banyak industri layanan berorientasi pelanggan kini mulai menerapkan six sigma untuk meningkatkan kualitas layanan (Prasad et al.,2012).

Six Sigma merupakan strategi inovasi untuk mengurangi pemborosan dengan menghilangkan semua kerusakan didalam proses termasuk design, pembuatan dan transaksi dimuka, Hasil akhir yang dicapai adalah kepuasan konsumen dan keuntungan organisasi untuk meningkatkan nilai perusahaan (Management Innovation PT. Samsung Electronics Indonesia, 2007).

Menurut beberapa ahli, six sigma dapat disimpulkan sebagai berikut :

Menurut “Brue (2002)”, Six Sigma  adalah konsep statistik yang mengukur suatu proses yang berkaitan dengan cacat pada level enam (six) sigma hanya ada 3,4 cacat dari sejuta peluang. Six Sigma pun merupakan falsafah manajemen yang berfokus untuk menghapus cacat dengan cara menekankan pemahaman, pengukuran dan perbaikan proses.

Gambar 1.  Sigma Level (σ)=3,4 PPM

Sumber : (Management Innovation PT. Samsung Electronics Indonesia, 2007)

Menurut “Gasperz (2001)”, Six Sigma merupakan suatu metode atau tehnik pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik yang merupakan terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas.

Menurut “Pande (2002)”, Six Sigma adalah sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan dan memaksimalkan sukses bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap fakta, data dan analisis statistik, serta perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki dan menanamkan kembali proses bisnis. Dapat disimpulkan berdasarkan pengertian para ahli diatas bahwa six sigma merupakan sebuah metode atau teknik dalam hal pengendalian dan peningkatan produk dimana sistem ini sangat komperehensif dan fleksibel untuk untuk mencapai, mempertahankan dan memaksimalkan kesuksesan suatu usaha.

= = =xxx= = =

 

Reference :

Brue, G. (2002). Six Sigma for managers. McGraw Hill Professional.

Gaspersz, V. (2001). Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Management Innovation PT. Samsung Electronics Indonesia (2007). Six Sigma Green Belt. Cikarang: PT. Samsung Electronics Indonesia

Manggala, D. (2005), Mengenal Six Sigma Secara Sederhana.

Pande Peter S., Neuman Robert P., Cavanagh Roland R. (2002).“The Six Sigma Way”, Penerbit: ANDI, Yogyakarta.

Prasad, K. D., Subbaiah, K. V., & Padmavathi, G. (2012). Application of Six Sigma methodology in an engineering educational institution, International Journal of Emerging Sciences (IJES), 2(2), 210-221