Serangan Siber dalam Dunia Industri dan Strategi Penanggulangannya
Di era Revolusi Industri 4.0, transformasi digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari proses bisnis dan operasional industri. Teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), Cloud Computing, dan Big Data telah meningkatkan efisiensi dan produktivitas di berbagai sektor. Namun, di balik kemajuan ini, muncul tantangan besar: ancaman serangan siber (cyber attack) yang terus meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas. Menurut data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Indonesia mengalami lonjakan drastis serangan siber: dari 12,8 juta serangan pada tahun 2018 menjadi 98,2 juta pada 2019, dan 74,2 juta serangan pada 2020. Peningkatan pesat jumlah pengguna internet dan konektivitas digital, termasuk di sektor industri, menjadi salah satu penyebab meningkatnya risiko ini.
Serangan siber memiliki berbagai bentuk dengan tujuan berbeda, mulai dari pencurian data, gangguan operasional, hingga pemerasan digital. Berikut beberapa metode umum yang digunakan:
1. Malware (Malicious Software)
Malware adalah software berbahaya yang dirancang untuk mengganggu, merusak, atau mendapatkan akses tidak sah ke sistem komputer. Jenis-jenis malware antara lain:
- Virus: Menginfeksi file dan menyebar melalui sistem komputer.
- Trojan: Menyamar sebagai perangkat lunak sah, tetapi mengandung kode berbahaya.
- Spyware: Mencuri data pengguna secara diam-diam, termasuk informasi sensitif seperti kartu kredit.
- Ransomware: Mengunci akses data korban dan meminta tebusan.
- Adware: Menampilkan iklan berbahaya dan bisa menjadi pintu masuk malware.
- Botnet: Jaringan komputer yang terinfeksi bot dan dikendalikan jarak jauh oleh pelaku (botmaster), digunakan untuk melakukan serangan berskala besar.
2. Social Engineering
Metode ini mengeksploitasi interaksi manusia untuk memperoleh informasi rahasia. Contohnya termasuk penipuan kode OTP pada pengguna ojek online. Penyerang memanipulasi korban agar secara sukarela memberikan akses ke akun mereka.
3. Injeksi SQL
Serangan ini menyisipkan perintah SQL berbahaya ke dalam sistem berbasis database untuk mendapatkan akses ilegal ke data sensitif seperti informasi pelanggan, data keuangan, dan lainnya.
4. Email Spam dan Phishing
Phishing melibatkan pengiriman email yang tampak sah dengan tujuan menipu penerima agar memberikan informasi rahasia melalui situs palsu. Serangan ini sangat efektif dan sering digunakan untuk mencuri password atau data kartu kredit.
5. Ancaman Nama Domain
- Cybersquatting: Pendaftaran domain mirip dengan merek terkenal untuk keuntungan pribadi, bisa merusak reputasi perusahaan.
- Typosquatting: Memanfaatkan kesalahan ketik domain oleh pengguna, seperti gogle.com sebagai jebakan untuk menyebarkan malware.
Menurut laporan Palo Alto Networks (2020), terdapat 13.857 squatting domain terdaftar dalam satu bulan, dan sekitar 18,59% di antaranya terindikasi berbahaya.
6. Denial of Service (DoS)
Serangan DoS membuat sistem tidak dapat diakses oleh pengguna sah dengan membanjiri server atau jaringan dengan trafik palsu. Ini bisa menyebabkan kerugian operasional besar, terutama pada industri yang bergantung pada layanan daring.
Dampak Nyata: Kasus WannaCry
Salah satu contoh nyata adalah serangan ransomware WannaCry yang terjadi pada 2017, menginfeksi lebih dari 230.000 perangkat di 150 negara dan menyebabkan kerugian hingga 4 miliar dolar AS, menurut Kaspersky.
Untuk menghadapi ancaman ini, industri harus mengadopsi pendekatan manajemen risiko siber yang menyeluruh, yang terdiri dari empat tahap utama:
1. Identify (Identifikasi Risiko)
Mendeteksi potensi ancaman melalui audit keamanan sistem secara berkala. Tujuannya adalah mengidentifikasi titik-titik rawan dan skenario ancaman.
2. Assess (Penilaian Risiko)
Menilai tingkat keparahan risiko menggunakan matriks probabilitas d an dampak. Langkah ini membantu menentukan prioritas pengamanan.
3. Treat (Tindakan Respon)
Menentukan strategi penanganan: apakah risiko akan diminimalisasi, dihindari, dialihkan, atau diterima. Contohnya termasuk penggunaan firewall, enkripsi, atau pelatihan keamanan siber bagi karyawan.
4. Control (Kontrol dan Evaluasi)
Pemantauan berkelanjutan serta penerapan sistem peringatan dini untuk mendeteksi dan merespons serangan secara cepat. Kolaborasi dengan instansi seperti BSSN dan Kementerian Pertahanan menjadi kunci.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat penggunaan media sosial tertinggi, yang berarti potensi ancaman siber juga tinggi. Oleh karena itu, pembangunan ketahanan siber nasional harus mencakup:
- Peningkatan literasi digital masyarakat.
- Penguatan regulasi dan kerangka hukum terkait keamanan siber.
- Kolaborasi aktif antara pemerintah, sektor industri, dan penyedia teknologi.
- Investasi dalam teknologi pertahanan siber berbasis AI dan machine learning.
Serangan siber adalah tantangan nyata yang dihadapi industri modern. Untuk menjaga keberlanjutan dan kepercayaan publik, pelaku industri harus mengutamakan keamanan informasi dan menerapkan strategi pencegahan yang efektif. Dengan pemahaman yang mendalam tentang bentuk-bentuk serangan serta langkah-langkah penanggulangan yang tepat, Indonesia dapat memperkuat posisi digitalnya dan melindungi aset nasional di dunia maya.
https://e-journal.nalanda.ac.id/index.php/SAMMAJIVA/article/download/226/217/745
https://cyberhub.id/pengetahuan-dasar/antisipasi-serangan-siber
Comments :