Penulis: Alldino Syaman, S.Kom. (Alumni PJJ Sistem Informasi)

Editor: Reno Hadi (SCA’s Team)

Dalam beberapa dekade terakhir, kecerdasan buatan atau yang saat ini dikenal dengan Artificial Intelligence (AI), telah menjadi salah satu inovasi teknologi paling signifikan yang mengubah berbagai aspek kehidupan. Otomasi yang ditawarkan oleh AI memudahkan lini produksi dengan mengurangi kesalahan manusia sekaligus mempercepat proses produksi barang. Namun, kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan AI menimbulkan kekhawatiran mendalam terkait dampaknya terhadap pekerjaan manusia, sebab di sisi lain otomatisasi oleh AI menjadi salah satu penyebab layoff atau PHK saat ini.

Lalu bagaimana bagaimana kita menghadapi Badai PHK yang muncul karena perkembangan teknologi seperti AI? Saya akan membahas pada artikel ini berdasarkan pengalaman saya saat terkena layoff.

Awal PHK Melambung

Berawal sebelum pandemi COVID-19 melanda, perusahaan startup dan teknologi di Indonesia, seperti Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Blibli, mengalami pertumbuhan pesat. Kebutuhan pasar yang besar membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan ini untuk merekrut banyak tenaga ahli guna mendorong transformasi digital dan memudahkan masyarakat mengakses layanan mereka.

Namun, persaingan perekrutan yang begitu ketat menyebabkan praktik “bajak-membajak” tenaga kerja ahli semakin marak. Hal ini berdampak negatif pada stabilitas pasar tenaga kerja di Indonesia.

Selama pandemi COVID-19, kebutuhan akan tenaga kerja ahli justru semakin meningkat. Namun, hal ini juga memicu “gelembung” perekrutan yang tidak berkelanjutan. Banyak perusahaan, baik startup maupun tradisional, melakukan perekrutan besar-besaran tanpa mempertimbangkan kondisi jangka panjang.

Ketika pandemi mulai mereda dan memasuki masa endemi, “gelembung” perekrutan tersebut pecah. Akibatnya, terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor startup dan teknologi. Praktik “bajak-membajak” tenaga kerja yang sebelumnya marak juga menjadi salah satu faktor penyebab banyak perusahaan tidak dapat bertahan, selain itu standar gaji yang tidak sehat akibat persaingan perekrutan yang tidak sehat turut membebani keuangan perusahaan.

PHK Berkelanjutan

Data Kementerian Ketenagakerjaan dari tahun 2022 hingga Juli 2024 menunjukkan peningkatan signifikan angka PHK, yang mengindikasikan banyaknya tenaga kerja, terutama di sektor startup dan teknologi, yang menjadi korban “gelembung” perekrutan yang pecah.

Source: Kemenaker

Berdasarkan data yang dipaparkan, terlihat adanya peningkatan signifikan pada jumlah tenaga ahli yang terkena dampak PHK massal sejak tahun 2022 hingga Juli 2024. Lonjakan angka PHK ini memaksa banyak perusahaan dalam negeri untuk melakukan efisiensi operasional guna menjaga keberlangsungan bisnis.

Namun, PHK massal tidak semata-mata disebabkan oleh upaya efisiensi keuangan perusahaan. Perkembangan teknologi yang pesat juga menjadi faktor pendorong utama yang memperparah situasi ini, menciptakan efek domino yang memicu gelombang PHK yang semakin meluas.

Source: Persolkelly

Workforce insight 2024

Berdasarkan survei Persolkelly, kecerdasan buatan (AI) teridentifikasi sebagai salah satu faktor utama yang memicu PHK massal. Perkembangan pesat teknologi AI telah menggantikan sejumlah posisi pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia karena dianggap lebih efisien.

Menghadapi Badai PHK

Sebagai seorang pekerja di industri startup, saya tidak luput dari dampak PHK massal. Perusahaan terpaksa melakukan efisiensi biaya, dan sayangnya saya menjadi salah satu yang harus meninggalkan perusahaan. Namun, saya optimis bahwa pengalaman yang telah saya peroleh di industri ini akan membuka peluang baru untuk mengembangkan karier di masa depan.”.

“Keep up with trend or die slowly” adalah slogan yang saya gunakan untuk mengingatkan diri sendiri bahwa dunia terus berubah dan kita harus terus beradaptasi. Setelah mengalami PHK, slogan ini menjadi semakin relevan. Saya yakin bahwa dengan terus belajar dan mengembangkan diri, saya akan mampu menghadapi tantangan di masa depan.

Dengan terus mengikuti perkembangan teknologi terkini seperti keamanan siber (Cyber Security), kecerdasan buatan (AI), teknologi cloud, dan Web 5.0, kita sebagai tenaga ahli memiliki peluang lebih besar untuk tetap relevan di dunia kerja yang dinamis. Meskipun tidak ada jaminan pasti untuk mendapatkan pekerjaan di bidang-bidang tersebut, namun dengan memperkaya pengetahuan dan keterampilan, kita akan lebih siap menghadapi perubahan tren pekerjaan di masa depan.

Gelombang PHK massal, atau bahasa populer yang kita kenal yaitu “Layoff” atau “Tech Winter” memang memberikan pengalaman pahit bagi kita, namun dari hal tersebut ada beberapa hal yang perlu kita persiapkan di masa sulit seperti ini.

Menghadapi masa sulit seperti PHK massal atau “tech winter” memang membutuhkan persiapan yang matang, terutama dari segi mental. Manajemen stres dan mindfulness menjadi kunci untuk menjaga kesehatan mental kita. Istirahat yang cukup dan memisahkan waktu kerja dengan waktu pribadi juga sangat penting. Perlu diingat bahwa setiap individu memiliki cara mengatasi stres yang berbeda. Jika merasa kesulitan, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.

Saya akhiri artikel ini dengan kutipan dari John F. Kennedy yang sangat relevan, yaitu “Perubahan adalah hukum kehidupan.” Kutipan ini mengingatkan kita bahwa dunia terus bergerak maju. Jika kita hanya terpaku pada masa lalu atau kondisi saat ini, kita akan kesulitan untuk beradaptasi dan meraih kesuksesan di masa depan.